“Ya ampun, cupu banget! Pasti anak FK.”
“Anak pejabat sih mana mau kerja part time.”
“Pasti dikasih lah, kan lo anak tunggal.”
Sering
mendengar ungkapan di atas? Selamat, kamu berada dalam lingkungan yang suka
menggeneralisasikan. Segala sesuatu dikotak-kotakkan sesuai dengan latar
belakang usia, status, profesi, atau apapun yang dapat dikelompokkan. Segala
sesuatu dipandang dari kacamata yang sama tanpa melihat faktor-faktor lain di
belakangnya. Menilai dari stereotip.
stereotip/ste·re·o·tip/ /stéréotip/ 1 a berbentuk tetap;
berbentuk klise: ucapan yg --; 2 n konsepsi
mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yg subjektif dan tidak
tepat.
Stereotip,
yang belum tentu benar, telah membawa manusia tenggelam dalam pola pikir yang
menghakimi. Stereotip, yang dinilai dari sisi subjektif, mengelompokkan manusia
dalam wadah-wadah yang tidak kasat mata.
Sayangnya,
stereotip seringkali digunakan sebagai patokan untuk menilai. Stereotip
dianggap sebagai gagasan umum yang pasti benar dan meyakinkan. Stereotip
mengajarkan bahwa dengan latar belakang yang sama, manusia pasti memiliki
kondisi yang sama pula. Digolongkan sedemikian rupa.
Padahal,
bukankah manusia diciptakan sebagai makhluk yang unik? Yang berbeda tiap
individunya, tak ada satu pun yang persis sama dengan manusia lainya. Tidak
dapat dipahami sebagai satu kesatuan apabila tidak dilihat secara keseluruhan.
Jadi,
jangan menghakimi. Jangan menilai berdasar stereotip, karena manusia hanya melihat
apa yang ingin diperlihatkan.
No comments:
Post a Comment