Sunday 24 May 2015

#5 Music Concert

I’m in a love hate relationship with watching music concert. Di satu sisi saya suka sekali menonton konser musik, apalagi jika konsepnya menarik dan guest star-nya saya sukai. Di sisi lain, ada beberapa hal yang terkadang menghambat saya menonton konser musik. Hal ini membawa saya pada paradoks yang menggelikan.

Alasan pertama saya menyukai konser musik yakni, I love the crowd. Atmosfer di tengah keramaian konser terasa menyenangkan bagi saya. Semua orang bergoyang, menghentak, dan bernyanyi dalam irama. Semuanya bersatu dalam alunan musik yang sama. Terasa bebas, melayang, dan sejenak melupakan hal-hal yang menuntut untuk dipikirkan.

Alasan kedua, tentu saja, ingin menyaksikan aksi panggung dari musisi idola saya. Entah mengapa, jika konser tersebut diisi oleh penyanyi/band favorit, saya akan mengupayakan sebisa mungkin untuk hadir. Terkadang melihat mereka dari jauh pun sudah merupakan kepuasan tersendiri bagi saya, apalagi melihat aksi panggung yang mengesankan.

Alasan ketiga, saya penasaran dengan konsep yang diangkat dalam konser musik tersebut. Walaupun tidak menghadirkan guest star yang saya suka, namun apabila konsep yang dihadirkan menarik, saya akan tertarik untuk datang. Beberapa konser musik mengangkat tema-tema yang dikemas dengan apik dan pada akhirnya dapat memuaskan penonton.

Namun…
Ada sedikit faktor yang tidak saya sukai ketika datang pada suatu konser. Faktor-faktor ini mungkin sedikit menggelikan dan agak menjengkelkan jika dibaca. Tapi sekali lagi, ini merukapan tulisan yang sangat subjektif dari saya.

Pertama, saya sebal ketika menonton konser dengan posisi festival (berdiri di depan panggung) dan pandangan saya ke panggung terhalang oleh orang-orang tinggi. Saya memiliki tinggi tubuh wanita rata-rata. Tidak terlalu pendek, namun belum cukup tinggi untuk melihat lewat kepala mereka yang menonjol dari keramaian. Terkadang hal ini membuat saya gemas dan sedih. Oleh karena itu, saya rela datang lebih awal di suatu konser dan berdiri berjam-jam untuk mendapat posisi strategis Namun jika terlanjur berdiri di belakang, sungguh, rasanya ingin mengambil kursi dan berdiri di atasnya agar dapat melihat ke arah panggung dengan jelas.

Berikutnya, terkadang saya jengkel akan mereka yang merokok di tengah konser. Saya tidak masalah dengan orang merokok sepanjang asapnya tidak mengganggu orang lain. Oh, astaga, haruskah mereka merokok di tengah keramaian yang sumpek dan pengap? Jika sudah berlebihan, asap rokok membuat saya pening dan susah bernafas. Belum lagi, di beberapa konser yang sangat padat, api dari rokok seorang penonton sangat mungkin untuk tersulut di tubuh penonton lain. Jadi, yang egois saya atau mereka?

Ya, begitulah suka duka saya saat menonton konser musik. Bagaimana denganmu? Namun, meski ada beberapa hal yang saya benci dari menonton konser, saya tetap menyukainya dengan sepenuh hati dan tidak pernah segan untuk terus melakukannya. Bagi saya, menonton konser musik merupakan penghiburan yang menyenangkan untuk sejenak melarikan diri dari rutinitas.

Berikut saya lampirkan beberapa foto yang sempat saya ambil ketika menonton konser. Maaf bila kualitasnya sangat jelek karena: 1. Saya tidak pandai memotret, 2. Saya hanya menggunakan kamera ponsel yang bergerak.


Secondhand Serenade (27 April 2012)

Owl City (14 November 2012)

Maliq & D'Essentials at Pensaga 2014 Time Synergy (1 November 2014)

Air Supply (11 Maret 2015)

Maaf ada selfie, karena lucu aja ternyata Graham Russell melihat ke kamera saya waktu di-snap.

Naif at The Parade (11 April 2015)

No comments:

Post a Comment