I’m in a love hate relationship with
watching music concert. Di satu sisi saya suka sekali menonton konser musik,
apalagi jika konsepnya menarik dan guest
star-nya saya sukai. Di sisi lain, ada beberapa hal yang terkadang
menghambat saya menonton konser musik. Hal ini membawa saya pada paradoks yang
menggelikan.
Alasan
pertama saya menyukai konser musik yakni, I
love the crowd. Atmosfer di tengah keramaian konser terasa menyenangkan
bagi saya. Semua orang bergoyang, menghentak, dan bernyanyi dalam irama.
Semuanya bersatu dalam alunan musik yang sama. Terasa bebas, melayang, dan
sejenak melupakan hal-hal yang menuntut untuk dipikirkan.
Alasan
kedua, tentu saja, ingin menyaksikan aksi panggung dari musisi idola saya.
Entah mengapa, jika konser tersebut diisi oleh penyanyi/band favorit, saya akan
mengupayakan sebisa mungkin untuk hadir. Terkadang melihat mereka dari jauh pun
sudah merupakan kepuasan tersendiri bagi saya, apalagi melihat aksi panggung
yang mengesankan.
Alasan
ketiga, saya penasaran dengan konsep yang diangkat dalam konser musik tersebut.
Walaupun tidak menghadirkan guest star yang
saya suka, namun apabila konsep yang dihadirkan menarik, saya akan tertarik
untuk datang. Beberapa konser musik mengangkat tema-tema yang dikemas dengan apik
dan pada akhirnya dapat memuaskan penonton.
Namun…
Ada
sedikit faktor yang tidak saya sukai ketika datang pada suatu konser.
Faktor-faktor ini mungkin sedikit menggelikan dan agak menjengkelkan jika
dibaca. Tapi sekali lagi, ini merukapan tulisan yang sangat subjektif dari
saya.
Pertama,
saya sebal ketika menonton konser dengan posisi festival (berdiri di depan
panggung) dan pandangan saya ke panggung terhalang oleh orang-orang tinggi.
Saya memiliki tinggi tubuh wanita rata-rata. Tidak terlalu pendek, namun belum
cukup tinggi untuk melihat lewat kepala mereka yang menonjol dari keramaian.
Terkadang hal ini membuat saya gemas dan sedih. Oleh karena itu, saya rela
datang lebih awal di suatu konser dan berdiri berjam-jam untuk mendapat posisi
strategis Namun jika terlanjur berdiri di belakang, sungguh, rasanya ingin
mengambil kursi dan berdiri di atasnya agar dapat melihat ke arah panggung
dengan jelas.
Berikutnya,
terkadang saya jengkel akan mereka yang merokok di tengah konser. Saya tidak
masalah dengan orang merokok sepanjang asapnya tidak mengganggu orang lain. Oh,
astaga, haruskah mereka merokok di tengah keramaian yang sumpek dan pengap? Jika
sudah berlebihan, asap rokok membuat saya pening dan susah bernafas. Belum
lagi, di beberapa konser yang sangat padat, api dari rokok seorang penonton
sangat mungkin untuk tersulut di tubuh penonton lain. Jadi, yang egois saya
atau mereka?
Ya,
begitulah suka duka saya saat menonton konser musik. Bagaimana denganmu? Namun,
meski ada beberapa hal yang saya benci dari menonton konser, saya tetap
menyukainya dengan sepenuh hati dan tidak pernah segan untuk terus
melakukannya. Bagi saya, menonton konser musik merupakan penghiburan yang
menyenangkan untuk sejenak melarikan diri dari rutinitas.
Berikut
saya lampirkan beberapa foto yang sempat saya ambil ketika menonton konser.
Maaf bila kualitasnya sangat jelek karena: 1. Saya tidak pandai memotret, 2.
Saya hanya menggunakan kamera ponsel yang bergerak.
Secondhand Serenade (27 April 2012)
Owl City (14 November 2012)
Maliq & D'Essentials at Pensaga 2014 Time Synergy (1 November 2014)
Air Supply (11 Maret 2015)
Maaf ada selfie, karena lucu aja ternyata Graham Russell melihat ke kamera saya waktu di-snap.
Naif at The Parade (11 April 2015)
No comments:
Post a Comment