Judul Film : Tanah Surga... Katanya
Sutradara : Erwin Novianto
Produser : Deddy Mizwar
Pemeran : Osa Aji
Santoso, Ringgo Agus Rahman, Fuad Idris, Ence Bagus, Astri Nurdin, Tissa Biani
Dengan latar belakang lokasi di
Kalimantan Barat, perbatasan Indonesia dengan Malaysia, film ini menyuguhkan
pada penonton tentang gambaran tipisnya rasa nasionalisme masyarakat Indonesia
di perbatasan. Pengaruh dari Malaysia yang sangat kuat dan kurangnya perhatian
dari pusat menyebabkan sebagian besar penduduknya mengalami krisis identitas kenusantaraan.
Dibuka dengan adegan Hasyim (Fuad Idris) yang tengah menceritakan
kepada kedua cucunya, Salman (Osa Aji Santoso) dan Salina (Tissa Biani),
tentang masa perjuangan Indonesia melawan penjajah dan bagaimana ia mempertahankan
wilayah ibu pertiwi dari perebutan kekuasaan yang digencarkan oleh negara
tetangga, Malaysia. Hasyim dikisahkan sebagai seorang mantan pejuang yang
dengan gagah berani membela tanah air pada masanya. Rasa hormat dan cinta akan
negeri ini ditanamkan dengan kuat oleh Hasyim kepada kedua cucunya, yang
berhasil mewujudkan melalui prestasi di sekolah. Ironisnya, putra Hasyim,
Haris (Ence Bagus), dengan mudah meninggalkan kebangsaannya dan beralih menjadi
warga negara Malaysia dengan alasan kemudahan materi dan ikatan pernikahan
dengan seorang wanita asal Negeri Jiran tersebut. Haris telah membujuk sang
ayah dan kedua buah hatinya untuk mengikuti jejaknya dengan iming-iming
kesejahteraan. Namun, Hasyim bersikeras untuk tetap setia pada tanah air dan
diikuti dengan Salman yang tak ingin pergi meninggalkan kakeknya seorang diri.
Konflik utama bukan tentang kegigihan Hasyim untuk tetap
bertahan di negeri ini, melainkan tentang masyarakat di desa tersebut yang tak
lagi mengenal identitas bangsanya. Anwar (Ringgo Agus Rahman), seorang dokter
muda dari Bandung yang menggantikan dinas di tempat terpencil itu, merasa heran
ketika masyarakat di sana tak lagi menggunakan mata uang rupiah, akan tetapi
yang digunakan adalah ringgit yang merupakan mata uang Malaysia. Keheranan tersebut
bertambah ketika ia menggantikan Astuti (Astri Nurdin), guru sekolah dasar
kelas 3 yang merangkap kelas 4, untuk mengajar kedua kelas tersebut. Saat Anwar
memberi komando pada para murid untuk menyanyikan lagu nasional, bukan
Indonesia Raya yang berkumandang, melainkan Kolam Susu ciptaan Koes Plus yang
dinyanyikan dengan fasih oleh para murid.
Film ini juga diwarnai kisah perjuangan Salman mencari uang
sebesar 400 ringgit untuk biaya pengobatan sang kakek yang harus dibawa ke
rumah sakit di kota agar penyakitnya tidak kunjung memburuk. Salman yang terpaksa
mencari pekerjaan sampingan, menyeberang ke Serawak (Malaysia) dan melihat
banyak fenomena bagaimana hal-hal yang berkaitan dengan Indonesia dianggap rendah
di tempat tersebut. Misalnya saja, ketika kesakralan Sang Saka Merah Putih
dijatuhkan dengan penggunaan bendera tersebut sebagai kain pembungkus dagangan.
Hal pokok yang ingin diungkapkan dalam film ini adalah
keindahan, kekayaan, serta kejayaan Indonesia yang tak sampai hingga ke daerah
pelosok dan hanya dapat dinikmati oleh penduduk pusat saja. Kehadiran Deddy
Mizwar yang berperan sebagai pejabat pemerintah pusat, juga menambah kesatiran
dalam film ini ketika mendengar puisi yang dibacakan oleh Salman tentang
sindiran bahwa apa yang diungkapkan dengan “Indonesia Tanah Surga” hanyalah
istilah kosong yang tak sempat dicicipi penduduk perbatasan. Ditambah lagi,
perang dingin antara Indonesia dengan Malaysia yang sudah berlangsung sejak
lama diwujudkan melalui bentuk nonverbal dan banyak tergambar pada latar
belakang. Kepolosan Salman dalam melanjutkan sang kakek mempertahankan
nasionalisme juga disuguhkan dalam beberapa adegan yang mengetuk pintu hati,
seperti saat ia menukarkan sarung terbaiknya dengan bendera merah putih dan
membawanya berlari berkibar sepanjang perbatasan Serawak-Indonesia.
Ditengah dunia perfilman Indonesia yang melulu tentang
kegaiban dan romantisme, Deddy Mizwar dan Erwin Novianto menghadirkan sebuah
karya yang cukup berhasil membuat penonton kembali menengok ke diri sendiri
serta merasa malu dan kecil jika dibandingkan semangat Salman akan cinta tanah
air. Meskipun sedikit kehilangan fokus, pesan yang ingin diungkapkan dapat tergambar
dengan elegan melalui adegan-adegan yang satir dan permainan akting oleh para
pemeran yang dapat menggugah sisi emosional penonton. Dengan tagline “Apapun
yang terjadi, jangan kehilangan cinta pada negeri ini.”, film Tanah Surga... Katanya
patut mendapat pujian untuk kesuksesannya menyajikan tontonan yang berkualitas.
No comments:
Post a Comment